Pages

Translate

Sabtu, 30 Januari 2016

It Was Too Late




“IT WAS TOO LATE”


STORY BY : Amanda Lactis


“Selamat pagi semua!” sapa gadis bersurai pale blonde sebahu dengan ceria. Penghuni kelas membalas sapaan nya tak kalah semangat juga tersenyum. Gadis bernama Rin itu mendudukkan dirinya dekat sahabatnya, Mika.


“Halo, Mika!” sapanya kemudian ditanggapi senyum tipis dari Mika.


“Hei hei, aku mau ke kelas Mio dulu yah!” Seketika senyum Mika pudar, tergantikan raut wajah datar seolah tak peduli. Rin tersenyum maklum mengingat sahabatnya menolak keras hubungan nya dengan kakak kelas yang terkenal dengan sifat playboy pemain hati para gadis.


‘Sampai kamu bertahan, Rin?’ batin Mika miris, menyembunyikan sakit hatinya. Dirinya memang menolak dengan keras tentang hubungan mereka. Dirinya tahu betul kelakuan Mio saat tidak bersama Rin. Lalu untuk apa lelaki itu meminta Rin menjadi kekasihnya jika ia sendiri memperlakukan Rin layaknya mainan?.


Rin berjalan sembari memasang senyum cerianya. Menyapa setiap orang yang ditemuinya. Memang Rin terkenal akan keramahan dan keceriaan nya. Seluruh penghuni sekolah tahu itu. Gadis mungil itu ibarat matahari yang bersinar terang, memancarkan sinarnya begitu terang. Senyum sehangat musim semi dan cengiran lebar yang lucu. Namun siapa sangka ia memiliki kekasih idola para gadis disekolahnya? Entah ada angin apa lelaki idola itu menyatakan perasaan nya dan meminta Rin menjadi kekasihnya 3 bulan yang lalu. Tentu saja Rin menerima nya dengan senang hati yang disambut senyum tipis dari Mio. Tapi tak ada yang tahu bagaimana Rin bisa bertahan dengan semua kelakuan Mio saat dibelakangnya.


“Hehe, semoga dia terkejut!”


“Mio~ jangan menggodaku~ bagaimana jika pacarmu melihat~?” suara seorang gadis memecah konsentrasi Rin. Dilihatnya Mio tengah menghimpit gadis lain yang diketahui kakak kelasnya juga, sekelas dengan Mio. Rin tersenyum kaku, enggan beranjak dari persembunyian nya. Masih melihat Mio yang makin gencar menyentuh tubuh gadis dihimpitannya, sesekali mengecup perpotongan leher nya.



‘Dan sampai kapan kamu mempertahankan ku, Mio? Kapan kamu akan memutuskan ku?’ Rin membatin pilu, meremas dadanya. Ingin rasanya berteriak, mengeluarkan uneg-unegnya jika perlu menampar Mio didepan banyak orang. Tapi bisa apa dia? Terlalu egois juga cinta pada lelaki brengsek seperti Mio.


“Hn, Pergilah” Mio menjauhkan tangannya dan gadis itu pergi dengan kerlingan genit. Rin tersenyum dengan segala kepalsuan diwajahnya, bersikap seolah ia baik-baik saja dan keluar dari persembunyian nya.


“Hai bagaimana kabarmu?” sapanya riang mendekati Mio.


Mio meliriknya sekilas,”Hn” balasnya singkat. Rin meringis.


“Hei, mau jalan-jalan? Kebetulan besok hari minggu kan?” Rin mencoba mencairkan suasana. Mio masih bersikap acuh padanya.


Mio melirik jam tangannya,”Aku sibuk” Rin tersenyum menahan gejolak emosi dalam hatinya.


“Baiklah kalau begitu, jaa ne~” Rin melangkahkan kakinya menjauhi Mio. Dirasakannya pusing yang hebat mendera kepalanya. Sampai akhirnya ia pingsan, sebelum kehilangan kesadarannya tubuhnya terasa ringan sepertinya ada yang menggendongnya. 

-UKS-

Rin membuka matanya pelan, dirasakan kepalanya berdenyut pelan. Disamping ranjang UKS tersedia segelas air putih dan obat sakit kepala. Disingkapnya selimut yang menutupi sebagian tubuhnya, menenggak habis air putih tanpa ada niat meminum obat yang sudah disediakan entah siapa. Dapat ia mendengar suara samar dari percakapan 2 orang.


“Sampai kapan kamu akan memperlakukan nya begini?!”


“Hn, salahnya sendiri bertahan”


“Apa maksudmu?! Dia mencintaimu dengan tulus! Tersenyum palsu menutupi sakit hatinya!”


“Aku tidak pernah memaksanya untuk bertahan, dia gadis bodoh”


“Kau…….!!”


BUGH!


Rin tertunduk,kembali ia tersenyum seraya mengusap pelan air mata yang menetes dari mata nya. Hatinya seolah ditikam pisau. Dirinya tahu bahkan sangat hafal suara siapa itu. Mio dan Virgo. Kekasihnya dan kakak kekasihnya. Rin tahu siapa yang mereka maksud.


“Aku memang egois, ya..sepertinya..aku harus merelakannya..hiks..sakit..sakit…”Ia terisak pelan. 

Rambut indahnya terjuntai menutupi sebagian wajahnya. Tangannya bergetar memegangi gelas bening berisi air putih yang tadi ia minum. Dengan langkah tertatih-tatih Rin mencoba untuk berjalan meski sulit. Kepalanya sakit sekali, seolah dihantam benda keras. Cairan kental merah meluncur deras dari kedua lubang hidungnya, ia mimisan.


“Kenapa..kambuh disaat seperti ini...hah…Mika..aku..membutuhkanmu..” Diraihnya ponsel miliknya dikantung seragamnya dengan susah payah. Menghubungi sahabatnya yang setiap saat berada disisinya. Bibir Rin terkatup rapat, membentuk segaris tipis. Peluh mengalir deras dari wajahnya, keringat dingin membasahi tubuhnya.


SRAKKKKK!


“Rin! Ya Tuhan, Rin! Bertahanlah!” Mika datang dengan obat ditangannya segera meminumkannya pada Rin. Barulah Rin mulai tenang, nafasnya mulai teratur. Pandangannya sayu, terlihat menyedihkan. Mika mendeka p sahabatnya erat, menangis lirih akan ketidakmampuannya menjaga Rin.


“Ku mohon…sudahi saja ini semua..Rin..ku mohon..” lirihnya. Rin mengusap surai hitam Mika. Menenangkan nya dengan usapan lembut.


“Akan ku sudahi..aku selesai sampai disini, Mika. Dan sampai itu tiba, biarkan aku tidur” Mika makin mengeratkan pelukannya. Penyakit yang diderita Rin bukan sembarang pusing yang akan hilang saat kau menelan tablet obat biasa. Tumor Otak, penyakit ganas yang kini menggerogoti tubuh mungil Rin. Membuatnya harus rutin check up 1 bulan sekali. Tak ayal itu malah membuat Rin termotivasi untuk bertahan sampai saat ini.


“Dia akan menyesal, Rin. Menyesal dan akhirnya akan menangis karena sudah terlambat. Saat itulah aku akan tertawa kencang didepannya!” desis Mika penuh kebencian. Ia memapah Rin untuk dipulangkan tak lupa meminta ijin dari guru yang tengah mengajar.



RUMAH SAKIT MIYAMA


“Hah, sudah kubilang untuk berhenti sekolah kamu ini keras kepala sekali!” omel kakak Rin meletakkan buah-buahan disamping ranjang Rin yang disambut kekehan kecil dari Rin. Ibunya tersenyum pahit, meratapi nasib putri satu-satunya harus berjuang hidup melawan penyakit ganas ditubuhnya. Rin tersenyum melihat sosok ibunya kian kurus dari waktu ke waktu. Ayahnya pun terlihat seperti robot yang menjadi workhaholic.


“Ayolah kak~ aku hanya ingin menikmati masa SMA!” sahutnya tertawa kencang. Kakaknya mengacak rambut Rin gemas. Semua tertawa melihatnya, tak terkecuali Mika yang melihat nya dari luar ruangan.


Beberapa hari sejak insiden pingsannya Rin, akhirnya keluarganya memutuskan untuk merawat intensif Rin di Rumah Sakit. Sekaligus untuk menjauhkan adiknya yang manis dari lelaki brengsek, itu lah pendapat Reo kakak Rin yang menganggap Mika sebagai mata-matanya. Mika selalu melaporkan setiap kejadian yang dilalui Rin, apapun itu. Untung saja kemarin Virgo dengan baik hati mau membopong Rin ke UKS. Bahkan kekasihnya saja acuh padanya. Ingatkan Mika saat kemarin Reo hampir mendatangi Mio bahkan mengancam ingin menghajarnya jika saja tak ingat dengan kondisi sang adik.


KEESOKAN HARINYA DISEKOLAH


Mika berjalan tanpa sosok Rin disampingnya. Kesepian memang. Tapi kesehatan Rin lebih penting. Bahkan tadi Reo mengabarkan Rin hampir kabur ingin kesekolah jika tidak kepergok oleh suster yang lewat. Mika tersenyum tipis melihat aksi konyol sahabat nya itu. Sungguh Mio akan menerima balasan dari semua perbuatan nya. Baru saja memikirkan lelaki brengsek itu kini sosok Mio berjalan bersama gadis lain. Bergandengan tangan dengan mesra,seolah mereka pasangan bahagia. Mika menahan emosinya, mengepalkan tangannya kuat.


“Hoo~ inikah kekasih yang baik? Bagus sekali, Tuan. Kekasihmu masuk Rumah Sakit dan kau SELINGKUH dibelakangnya” cibir Mika menekankan kata Selingkuh hingga didengar banyak orang. Mio melayangkan deathglare andalan nya yang hanya ditanggapi seringaian sinis dari Mika.





“Enyah dari hadapanku, Rudolph” ujar Mio datar namun berkesan berbahaya. Mika tak menghiraukan itu dan memilih mengendikkan bahu acuh lalu melenggang pergi begitu saja. Diam-diam Mio sendiri merasa ada yang aneh dihatinya, biasanya sosok Rin akan datang menyapanya dengan senyum hangat miliknya. Tapi sekarang seakan ada yang mengganjal dihati lelaki itu.


‘Ck, apa yang kupikirkan? Gadis bodoh itu memang pantas masuk rumah sakit’ pikirnya kejam masih menganggap Rin hanya sakit karena kelelahan dan opname. Rupanya hanya Mika lah yang tahu apa sebenarnya penyakit yang diderita Rin.


1 minggu berlalu, Mio habiskan sendiri tanpa sosok 
kekasihnya, Rin. Ini semakin aneh mengingat Virgo sudah tidak mendatanginya lalu menceramahinya tentang menjadi kekasih yang baik, juga Mika yang acuh akan dirinya. Tak ada yang menyadari ini, saat ditanya pun teman Rin akan menjawab jika Rin masih opname. Mungkin kunci satu-satunya adalah menanyakan ini langsung pada keluarga Rin atau pada Mika.


“Ck, dimana gadis bodoh itu?!” serunya mengacak rambutnya frustasi. Kebiasaan nya mendapat sapaan hangat dari Rin dan sosok Rin menghilang membuatnya gelisah. Virgo datang ke kelas Mio dan mendapati adiknya tampak frustasi, tersenyum sinis Virgo menyerahkan tiket pesawat pada Mio.


“Untuk apa ini?”


“Ibu ingin kamu mengunjungi Karin di London, ku dengar ia akan menikah”


“Kapan?”


“Besok”


“Hn”


Mio melirik tiket pasawat digenggaman nya, sebersit perasaan aneh masuk ke hatinya. Seolah hatinya tidak menghendaki nya pergi. Seolah ada yang menahan nya untuk tetap tinggal. Tapi ditepisnya perasaan nya itu, dengan cepat tak mempedulikan rapat OSIS yang harus ia hadiri Mio pergi begitu saja.





Disisi lain keadaan Rin semakin memburuk, rambutnya kian menipis juga kulitnya memucat. Segala pengobatan sudah dijalani, bahkan operasi. Kemoterapi pun tak banyak membantu mematikan sel-sel tumor yang sudah menggerogoti otaknya. Orang tuanya dengan sabar dan tabah mengunjungi Rin tiap hari, menyemangati gadis itu agar terus berjuang untuk hidup. Reo tak berhenti berkesperimen untuk membuat obat penyembuh tumor otak adiknya, dan Mika hanya bisa memandang dari jauh sosok sahabat nya yang terbaring lemah diranjang Rumah Sakit dengan selang infus yang menancap dalam di pergelangan tangannya, juga alat-alat Rumah Sakit yang ia tidak tahu namanya.


Di London yang Mio lakukan hanyalah bersenang-senang bersama wanita jalang di diskotik. Virgo sengaja menjauhkan adiknya dari Rin dengan kedok mengunjungi Karin. Virgo sendiri sudah lama menyelidiki Rin dan menerima kenyataan mengenaskan yang ternyata gadis ceria itu mengidap tumor otak stadium akhir membuatnya harus tinggal lebih lama di Rumah Sakit. Biarlah Mio bersenang-senang toh setelah ini ia akan menyesal nantinya telah menyia-nyiakan gadis sebaik 
Rin.


Tapi siapa sangka Mio cukup peka untuk mencium ada yang tidak beres selepas seminggu ia di London?. Tak ada kabar sedikitpun dari kekasihnya, seolah hilang ditelan bumi. Tak ada lagi sms dari kekasihnya, bahkan kontak nya pun hilang dengan misterius. Aneh, memang. Tapi Mio tak mau ambil pusing karena sebentar lagi ia akan kembali setelah pernikahan kakak sepupunya nanti. Kembali perasaan gelisah juga cemas merayap masuk ke hatinya.


‘Apa yang sudah terjadi padamu, Rin?’ Mio membatin. Untuk pertama kalinya ia mengkhawatirkan Rin. Entahlah, mungkin ia ingin memulai lembaran baru. Ya, dirinya menyesal. Kini Mio sadar betapa pentingnya sosok Rin untuk dirinya. Tapi maaf Mio, kau sudah terlambat. Benar-benar terlambat.


Rin masih dengan senyum mataharinya, masih dengan ucapan penuh semangatnya. Namun keadaan nya tak juga membaik.


“Ibu terima kasih sudah mau merawatku. Mau membesarkan anak bandel sepertiku yah~” Rin menggenggam kedua tangan ibunya dan tersenyum tulus. Ibunya menahan isak tangis juga bahunya tampak bergetar.


“Ayah, jangan lupa makan yang teratur. Jaga ibu ya? Jangan sampai ibu menangis” Rin tersenyum pada ayahnya yang kini mengusap surai pale blondenya lembut.


“Tentu saja, sayang. Ayah akan menjaga ibumu” sahutnya.


“Kakak ku sayang, jangan pernah menyerah ya? Kamu akan menjadi profesor yang hebat. Teruslah maju” Reo menggigit bibir bawahnya menahan tangis, matanya terpejam kuat merasakan usapan lembut pada telapak tangannya.


“Dan untuk Mika, terima kasih sudah mau menjadi sahabatku. Terima kasih, kamu yang terbaik” Mika menganggukkan kepalanya pelan, menatap Rin miris dan menggenggam tangan dingin Rin.


Rin memejamkan matanya, sebulir air mata mengalir dari sudut matanya. Bibirnya melengkung ke atas, tersenyum tanpa beban. Seolah dosanya terhapus selama ia hidup. Kini ia siap untuk pergi, untuk meninggalkan dunia fana ini.


‘Mio, aku mencintaimu. Sekarang, besok dan selamanya. Ku harap kamu menemukan cinta sejatimu’ Rin membatin dengan membayangkan wajah kekasihnya itu.



“Terima kasih, semua. Aku mulai mengantuk, Selamat tinggal” Rin menghembuskan nafas untuk yang terakhir kalinya. Senyum manisnya masih terukir di wajah pucatnya. Ibunya histeris, mengguncang bahu putrinya lalu jatuh pingsan. Ayahnya pun menangis, mendekap istrinya dan membawanya keluar. Reo tak kalah histeris, ia memeluk tubuh kaku adiknya. Menyalurkan kehangatan yang ia miliki. Kardiograf telah menunjukkan garis lurus, tanpa ada tanda Rin akan bangun kembali. Mika sendiri tertunduk dalam, menangis dalam diam melihat sahabat nya telah pergi untuk selamanya.




Mereka telah kehilangan sosok mentari yang senantiasa menghangatkan hati mereka. Tak akan ada lagi Rin yang biasa bersorak heboh, atau Rin yang usil nan jahil pada Reo kakaknya. Rin telah pergi, jauh ke dunia yang pasti lebih baik dari dunia ini. Tuhan telah memanggilnya lebih dulu, mungkin karena Tuhan sudah tidak tahan melihat mahluk ciptaan nya sengsara hanya karena seorang lelaki brengsek seperti Mio. Biarlah Mio menangis, menyesal bahkan meraung histeris karena Rin tidak akan pernah kembali, untuk selamanya.







Mio kembali ke Jepang, hatinya benar-benar risau bahkan dirinya tak bisa tidur nyenyak. Semalam ia bermimpi jika Rin akan pergi, entah kemana. ’Dimana, dia?’ batinnya gelisah, tak kunjung mendapati sosok gadis bersurai pale blonde mencolok itu. Tidak disangka, Mika muncul tepat didepannya.Namun ada yang aneh, tidak ada Rin disampingnya, dan Mika terlihat pucat.


“Mika, dimana Rin? Kau melihatnya? Dia masih dirumah sakit?” tanya Mio bertubi-tubi. Masih diam, Mika menundukkan kepalanya dalam, matanya menyorot sedih. Mika mendongak, menatap intens langsung ke manik obsidian Mio.


“Kamu sudah terlalu terlambat…” lirihnya berlalu pergi. Mengernyit heran, tak mau menyerah begitu saja kembali Mio mencekal kuat pergelangan tangan Mika.


Menghembuskan nafas perlahan,”Apa maksudmu ? Dimana dia sekarang?” tanya Mio mencoba tenang. Emosi nya sedang labil, bisa gawat jika ia meledak begitu saja.


“Rin..sudah pergi..jauh sekali..dan kau tak akan bisa menemukan nya” sahut Mika mengulas senyum pedih. Bulir air mata mengalir pelan membasahi kedua belah pipinya. Bahunya bergetar kecil, menepis cekalan Mio dan pergi.


Tak kehilangan akal, Mio memutuskan untuk mencari keberadaan sang kakak yang biasanya tahu segala hal. Bukan, Virgo bukan intel atau mata-mata. Hanya saja sifat ingin tahu dan absolut nya cukup menguntungkan disaat genting seperti sekarang. Sungguh, jika kakaknya muncul didepannya maka Mio berjanji akan bersikap manis 1 minggu. Tuhan tak menghendaki itu sayangnya, bahkan saaat Mio naik turun tangga mencari keseluruh kelas tapi sosok Virgo tak kunjung nampak.


KRINGGGG!

KRINGGGG!!


“Halo?”


“Mio? Kamu ingin bertemu Rin, bukan?” Mio mengernyit penuh keheranan. Pasalnya suara kakaknya jauh dari kata baik-baik saja. Terdengar lirih, dan parau.


“Hn, iya. Kau tahu dimana dia?”


“Datanglah ke pemakaman umum blok 2, aku menunggumu”


TUUUTTTT..TUTTTTT…


Sambungan telepon terputus satu pihak. Mio hampir melemparkan cacian tapi memilih tutup mulut dan mengikuti arahan kakaknya.’Ada apa sebenarnya? Semoga tak terjadi hal buruk’ Mio berdoa dalam hati, berharap dewi Fortune dalam mood baik dan mau menaungi nya.


Sampai dipemakaman, Mio mengedarkan pandangannya, mencoba menemukan Virgo yang entah diposisi mana. Ah, Virgo berdiri didepan makam seseorang, tampaknya masih baru mengingat banyak tumpukkan bunga dimakam tersebut. Tergesa-gesa, Mio makin mempercepat langkah kakinya menghampiri sang kakak. Deru nafasnya tak teratur, menepuk bahu Virgo yang masih enggan bergerak.


“Dimana dia, kak?” hanya kesunyian yang menyelimuti. Mio mengguncang pelan bahu Virgo, mungkin kakaknya sedang melamun.


Virgo berbalik, memandang penuh kesedihan dan menunjuk ke arah batu nisan. Mio mengikuti petunjuk sang kakak dan seketika membelalak kaget. Disana, tertulis dengan apik nama lengkap dari kekasih nya, Rin. Lidahnya kelu, kakinya melemas juga jantungnya yang berpompa makin cepat. Berkali-kali menyalahkan matanya yang masih setia memandang nisan Rin.


“Kau bohong kak…ini tidak lucu sama sekali..! Hentikan..!” seru Mio menarik kerah kemeja Virgo, mendesis lirih tak memungkiri hatinya sangat sakit kali ini. Virgo menggeleng lemah, air mata nya mengering di area mata, helaan nafas panjang mengantarkan kepergian Virgo dan Mio masih disana, merenungi semua kejadian yang terasa sangat cepat.


“Kamu bodoh, dik. Sangat bodoh karena menyia-nyiakan gadis berhati malaikat seperti Rin” gumam Virgo sebelum benar-benar pergi. Dapat ia dengar raungan putus asa juga pilu dari sana. Matanya terpejam kuat, lagi-lagi gejolak kesedihan menghampiri dirinya. Alasan mengapa Virgo begitu mengasihi Rin tak lain karena Virgo mencintai gadis itu. Tapi demi adiknya, ia merelakan cinta nya, merelakan separuh jiwanya untuk dipermainkan dan disakiti oleh adiknya sendiri dan di depan matanya. Sungguh tragis memang, menangis darah pun tak akan mengembalikan Rin ke dunia ini, sudah sangat terlambat untuk menyesal


“Rin! Kenapa kau meninggalkan ku?! Hei, gadis bodoh bangunlah! Hiks..disana pasti gelap, bukan?! Kau benci kegelapan, aku tahu itu! Jadi kumohon…kembalilah..”


 Mio menangis, menangisi takdir yang begitu kejam padanya. Dirinya memang bodoh, tak salah kakaknya menyebutnya begitu. Puluhan nilai 100 atau score sempurna tak akan bisa menandingi itu semua. Mio bodoh, dan baru menyadari kesalahan nya saat semua sudah terlambat. It was too late, Mio and you can’t do anything. Semua telah berakhir, Tuhan pasti menghukumnya.


“Aku mencintaimu Rin, dan aku memang bodoh, tolol karena baru menyadarinya kini maafkan aku, Rin”  lirih nya mengusap lembut nisan Rin, menatapnya penuh kasih. Air mata mengalir perlahan, menyalurkan kesedihan juga kepedihan dihati Mio. Semoga saja Rin mendengar pengakuan nya tadi.

         “Aku juga mencintaimu, berbahagialah tanpa ku

                  


                   THE END......



Note : Untuk pembaca yang bingung mau mengimajinasikan sosok Rin or Mio dicerpen ini ada beberapa karakter dari Anime yang ku comot buat contoh nya. Source by Google :3 tenang aja ntar ku cantumin deskripsi nya ini juga cuman buat penggambaran bukan jiplak kok :3


Rin


Dari Vocaloid, nama karakter nya Kagamine Rin :3 waduh samaan neh ya~ ini aku ambil versi rambut panjang karena Kagamine Rin aslinya rambut sebahu doang ^^

Mio 

Dari Anime Earl and Fairy nama karakter nya Raven, si Mio persis sama cowok ini cuman kulitnya lebih putih dan rambutnya lebih panjang 2 cm *bow*

Reo

 Iya namanya Kurama dari anime Yu Yu Hakusho :3 sifatnya juga ku buat sama, diem-diem tapi protektif *flashback deh*

Virgo 

 Kakak cakep yang merupakan kakak nya Rin Okumura. Namanya Yukio Okumura dari anime Ao no Exorcist, jadi Virgo memang sama persis sama Yukio bedanya mungkin sifat nya Virgo yang rada labil emosinya.

Mika 

 Ini Fanart aku nyari di google dengan keyword Black Hair Girl nemu nya ini. Fisik nya emang mirip sama Mika kok :3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar