Pages

Translate

Sabtu, 30 Januari 2016

It Was Too Late




“IT WAS TOO LATE”


STORY BY : Amanda Lactis


“Selamat pagi semua!” sapa gadis bersurai pale blonde sebahu dengan ceria. Penghuni kelas membalas sapaan nya tak kalah semangat juga tersenyum. Gadis bernama Rin itu mendudukkan dirinya dekat sahabatnya, Mika.


“Halo, Mika!” sapanya kemudian ditanggapi senyum tipis dari Mika.


“Hei hei, aku mau ke kelas Mio dulu yah!” Seketika senyum Mika pudar, tergantikan raut wajah datar seolah tak peduli. Rin tersenyum maklum mengingat sahabatnya menolak keras hubungan nya dengan kakak kelas yang terkenal dengan sifat playboy pemain hati para gadis.


‘Sampai kamu bertahan, Rin?’ batin Mika miris, menyembunyikan sakit hatinya. Dirinya memang menolak dengan keras tentang hubungan mereka. Dirinya tahu betul kelakuan Mio saat tidak bersama Rin. Lalu untuk apa lelaki itu meminta Rin menjadi kekasihnya jika ia sendiri memperlakukan Rin layaknya mainan?.


Rin berjalan sembari memasang senyum cerianya. Menyapa setiap orang yang ditemuinya. Memang Rin terkenal akan keramahan dan keceriaan nya. Seluruh penghuni sekolah tahu itu. Gadis mungil itu ibarat matahari yang bersinar terang, memancarkan sinarnya begitu terang. Senyum sehangat musim semi dan cengiran lebar yang lucu. Namun siapa sangka ia memiliki kekasih idola para gadis disekolahnya? Entah ada angin apa lelaki idola itu menyatakan perasaan nya dan meminta Rin menjadi kekasihnya 3 bulan yang lalu. Tentu saja Rin menerima nya dengan senang hati yang disambut senyum tipis dari Mio. Tapi tak ada yang tahu bagaimana Rin bisa bertahan dengan semua kelakuan Mio saat dibelakangnya.


“Hehe, semoga dia terkejut!”


“Mio~ jangan menggodaku~ bagaimana jika pacarmu melihat~?” suara seorang gadis memecah konsentrasi Rin. Dilihatnya Mio tengah menghimpit gadis lain yang diketahui kakak kelasnya juga, sekelas dengan Mio. Rin tersenyum kaku, enggan beranjak dari persembunyian nya. Masih melihat Mio yang makin gencar menyentuh tubuh gadis dihimpitannya, sesekali mengecup perpotongan leher nya.



‘Dan sampai kapan kamu mempertahankan ku, Mio? Kapan kamu akan memutuskan ku?’ Rin membatin pilu, meremas dadanya. Ingin rasanya berteriak, mengeluarkan uneg-unegnya jika perlu menampar Mio didepan banyak orang. Tapi bisa apa dia? Terlalu egois juga cinta pada lelaki brengsek seperti Mio.


“Hn, Pergilah” Mio menjauhkan tangannya dan gadis itu pergi dengan kerlingan genit. Rin tersenyum dengan segala kepalsuan diwajahnya, bersikap seolah ia baik-baik saja dan keluar dari persembunyian nya.


“Hai bagaimana kabarmu?” sapanya riang mendekati Mio.


Mio meliriknya sekilas,”Hn” balasnya singkat. Rin meringis.


“Hei, mau jalan-jalan? Kebetulan besok hari minggu kan?” Rin mencoba mencairkan suasana. Mio masih bersikap acuh padanya.


Mio melirik jam tangannya,”Aku sibuk” Rin tersenyum menahan gejolak emosi dalam hatinya.


“Baiklah kalau begitu, jaa ne~” Rin melangkahkan kakinya menjauhi Mio. Dirasakannya pusing yang hebat mendera kepalanya. Sampai akhirnya ia pingsan, sebelum kehilangan kesadarannya tubuhnya terasa ringan sepertinya ada yang menggendongnya. 

-UKS-

Rin membuka matanya pelan, dirasakan kepalanya berdenyut pelan. Disamping ranjang UKS tersedia segelas air putih dan obat sakit kepala. Disingkapnya selimut yang menutupi sebagian tubuhnya, menenggak habis air putih tanpa ada niat meminum obat yang sudah disediakan entah siapa. Dapat ia mendengar suara samar dari percakapan 2 orang.


“Sampai kapan kamu akan memperlakukan nya begini?!”


“Hn, salahnya sendiri bertahan”


“Apa maksudmu?! Dia mencintaimu dengan tulus! Tersenyum palsu menutupi sakit hatinya!”


“Aku tidak pernah memaksanya untuk bertahan, dia gadis bodoh”


“Kau…….!!”


BUGH!


Rin tertunduk,kembali ia tersenyum seraya mengusap pelan air mata yang menetes dari mata nya. Hatinya seolah ditikam pisau. Dirinya tahu bahkan sangat hafal suara siapa itu. Mio dan Virgo. Kekasihnya dan kakak kekasihnya. Rin tahu siapa yang mereka maksud.


“Aku memang egois, ya..sepertinya..aku harus merelakannya..hiks..sakit..sakit…”Ia terisak pelan. 

Rambut indahnya terjuntai menutupi sebagian wajahnya. Tangannya bergetar memegangi gelas bening berisi air putih yang tadi ia minum. Dengan langkah tertatih-tatih Rin mencoba untuk berjalan meski sulit. Kepalanya sakit sekali, seolah dihantam benda keras. Cairan kental merah meluncur deras dari kedua lubang hidungnya, ia mimisan.


“Kenapa..kambuh disaat seperti ini...hah…Mika..aku..membutuhkanmu..” Diraihnya ponsel miliknya dikantung seragamnya dengan susah payah. Menghubungi sahabatnya yang setiap saat berada disisinya. Bibir Rin terkatup rapat, membentuk segaris tipis. Peluh mengalir deras dari wajahnya, keringat dingin membasahi tubuhnya.


SRAKKKKK!


“Rin! Ya Tuhan, Rin! Bertahanlah!” Mika datang dengan obat ditangannya segera meminumkannya pada Rin. Barulah Rin mulai tenang, nafasnya mulai teratur. Pandangannya sayu, terlihat menyedihkan. Mika mendeka p sahabatnya erat, menangis lirih akan ketidakmampuannya menjaga Rin.


“Ku mohon…sudahi saja ini semua..Rin..ku mohon..” lirihnya. Rin mengusap surai hitam Mika. Menenangkan nya dengan usapan lembut.


“Akan ku sudahi..aku selesai sampai disini, Mika. Dan sampai itu tiba, biarkan aku tidur” Mika makin mengeratkan pelukannya. Penyakit yang diderita Rin bukan sembarang pusing yang akan hilang saat kau menelan tablet obat biasa. Tumor Otak, penyakit ganas yang kini menggerogoti tubuh mungil Rin. Membuatnya harus rutin check up 1 bulan sekali. Tak ayal itu malah membuat Rin termotivasi untuk bertahan sampai saat ini.


“Dia akan menyesal, Rin. Menyesal dan akhirnya akan menangis karena sudah terlambat. Saat itulah aku akan tertawa kencang didepannya!” desis Mika penuh kebencian. Ia memapah Rin untuk dipulangkan tak lupa meminta ijin dari guru yang tengah mengajar.



RUMAH SAKIT MIYAMA


“Hah, sudah kubilang untuk berhenti sekolah kamu ini keras kepala sekali!” omel kakak Rin meletakkan buah-buahan disamping ranjang Rin yang disambut kekehan kecil dari Rin. Ibunya tersenyum pahit, meratapi nasib putri satu-satunya harus berjuang hidup melawan penyakit ganas ditubuhnya. Rin tersenyum melihat sosok ibunya kian kurus dari waktu ke waktu. Ayahnya pun terlihat seperti robot yang menjadi workhaholic.


“Ayolah kak~ aku hanya ingin menikmati masa SMA!” sahutnya tertawa kencang. Kakaknya mengacak rambut Rin gemas. Semua tertawa melihatnya, tak terkecuali Mika yang melihat nya dari luar ruangan.


Beberapa hari sejak insiden pingsannya Rin, akhirnya keluarganya memutuskan untuk merawat intensif Rin di Rumah Sakit. Sekaligus untuk menjauhkan adiknya yang manis dari lelaki brengsek, itu lah pendapat Reo kakak Rin yang menganggap Mika sebagai mata-matanya. Mika selalu melaporkan setiap kejadian yang dilalui Rin, apapun itu. Untung saja kemarin Virgo dengan baik hati mau membopong Rin ke UKS. Bahkan kekasihnya saja acuh padanya. Ingatkan Mika saat kemarin Reo hampir mendatangi Mio bahkan mengancam ingin menghajarnya jika saja tak ingat dengan kondisi sang adik.


KEESOKAN HARINYA DISEKOLAH


Mika berjalan tanpa sosok Rin disampingnya. Kesepian memang. Tapi kesehatan Rin lebih penting. Bahkan tadi Reo mengabarkan Rin hampir kabur ingin kesekolah jika tidak kepergok oleh suster yang lewat. Mika tersenyum tipis melihat aksi konyol sahabat nya itu. Sungguh Mio akan menerima balasan dari semua perbuatan nya. Baru saja memikirkan lelaki brengsek itu kini sosok Mio berjalan bersama gadis lain. Bergandengan tangan dengan mesra,seolah mereka pasangan bahagia. Mika menahan emosinya, mengepalkan tangannya kuat.


“Hoo~ inikah kekasih yang baik? Bagus sekali, Tuan. Kekasihmu masuk Rumah Sakit dan kau SELINGKUH dibelakangnya” cibir Mika menekankan kata Selingkuh hingga didengar banyak orang. Mio melayangkan deathglare andalan nya yang hanya ditanggapi seringaian sinis dari Mika.





“Enyah dari hadapanku, Rudolph” ujar Mio datar namun berkesan berbahaya. Mika tak menghiraukan itu dan memilih mengendikkan bahu acuh lalu melenggang pergi begitu saja. Diam-diam Mio sendiri merasa ada yang aneh dihatinya, biasanya sosok Rin akan datang menyapanya dengan senyum hangat miliknya. Tapi sekarang seakan ada yang mengganjal dihati lelaki itu.


‘Ck, apa yang kupikirkan? Gadis bodoh itu memang pantas masuk rumah sakit’ pikirnya kejam masih menganggap Rin hanya sakit karena kelelahan dan opname. Rupanya hanya Mika lah yang tahu apa sebenarnya penyakit yang diderita Rin.


1 minggu berlalu, Mio habiskan sendiri tanpa sosok 
kekasihnya, Rin. Ini semakin aneh mengingat Virgo sudah tidak mendatanginya lalu menceramahinya tentang menjadi kekasih yang baik, juga Mika yang acuh akan dirinya. Tak ada yang menyadari ini, saat ditanya pun teman Rin akan menjawab jika Rin masih opname. Mungkin kunci satu-satunya adalah menanyakan ini langsung pada keluarga Rin atau pada Mika.


“Ck, dimana gadis bodoh itu?!” serunya mengacak rambutnya frustasi. Kebiasaan nya mendapat sapaan hangat dari Rin dan sosok Rin menghilang membuatnya gelisah. Virgo datang ke kelas Mio dan mendapati adiknya tampak frustasi, tersenyum sinis Virgo menyerahkan tiket pesawat pada Mio.


“Untuk apa ini?”


“Ibu ingin kamu mengunjungi Karin di London, ku dengar ia akan menikah”


“Kapan?”


“Besok”


“Hn”


Mio melirik tiket pasawat digenggaman nya, sebersit perasaan aneh masuk ke hatinya. Seolah hatinya tidak menghendaki nya pergi. Seolah ada yang menahan nya untuk tetap tinggal. Tapi ditepisnya perasaan nya itu, dengan cepat tak mempedulikan rapat OSIS yang harus ia hadiri Mio pergi begitu saja.





Disisi lain keadaan Rin semakin memburuk, rambutnya kian menipis juga kulitnya memucat. Segala pengobatan sudah dijalani, bahkan operasi. Kemoterapi pun tak banyak membantu mematikan sel-sel tumor yang sudah menggerogoti otaknya. Orang tuanya dengan sabar dan tabah mengunjungi Rin tiap hari, menyemangati gadis itu agar terus berjuang untuk hidup. Reo tak berhenti berkesperimen untuk membuat obat penyembuh tumor otak adiknya, dan Mika hanya bisa memandang dari jauh sosok sahabat nya yang terbaring lemah diranjang Rumah Sakit dengan selang infus yang menancap dalam di pergelangan tangannya, juga alat-alat Rumah Sakit yang ia tidak tahu namanya.


Di London yang Mio lakukan hanyalah bersenang-senang bersama wanita jalang di diskotik. Virgo sengaja menjauhkan adiknya dari Rin dengan kedok mengunjungi Karin. Virgo sendiri sudah lama menyelidiki Rin dan menerima kenyataan mengenaskan yang ternyata gadis ceria itu mengidap tumor otak stadium akhir membuatnya harus tinggal lebih lama di Rumah Sakit. Biarlah Mio bersenang-senang toh setelah ini ia akan menyesal nantinya telah menyia-nyiakan gadis sebaik 
Rin.


Tapi siapa sangka Mio cukup peka untuk mencium ada yang tidak beres selepas seminggu ia di London?. Tak ada kabar sedikitpun dari kekasihnya, seolah hilang ditelan bumi. Tak ada lagi sms dari kekasihnya, bahkan kontak nya pun hilang dengan misterius. Aneh, memang. Tapi Mio tak mau ambil pusing karena sebentar lagi ia akan kembali setelah pernikahan kakak sepupunya nanti. Kembali perasaan gelisah juga cemas merayap masuk ke hatinya.


‘Apa yang sudah terjadi padamu, Rin?’ Mio membatin. Untuk pertama kalinya ia mengkhawatirkan Rin. Entahlah, mungkin ia ingin memulai lembaran baru. Ya, dirinya menyesal. Kini Mio sadar betapa pentingnya sosok Rin untuk dirinya. Tapi maaf Mio, kau sudah terlambat. Benar-benar terlambat.


Rin masih dengan senyum mataharinya, masih dengan ucapan penuh semangatnya. Namun keadaan nya tak juga membaik.


“Ibu terima kasih sudah mau merawatku. Mau membesarkan anak bandel sepertiku yah~” Rin menggenggam kedua tangan ibunya dan tersenyum tulus. Ibunya menahan isak tangis juga bahunya tampak bergetar.


“Ayah, jangan lupa makan yang teratur. Jaga ibu ya? Jangan sampai ibu menangis” Rin tersenyum pada ayahnya yang kini mengusap surai pale blondenya lembut.


“Tentu saja, sayang. Ayah akan menjaga ibumu” sahutnya.


“Kakak ku sayang, jangan pernah menyerah ya? Kamu akan menjadi profesor yang hebat. Teruslah maju” Reo menggigit bibir bawahnya menahan tangis, matanya terpejam kuat merasakan usapan lembut pada telapak tangannya.


“Dan untuk Mika, terima kasih sudah mau menjadi sahabatku. Terima kasih, kamu yang terbaik” Mika menganggukkan kepalanya pelan, menatap Rin miris dan menggenggam tangan dingin Rin.


Rin memejamkan matanya, sebulir air mata mengalir dari sudut matanya. Bibirnya melengkung ke atas, tersenyum tanpa beban. Seolah dosanya terhapus selama ia hidup. Kini ia siap untuk pergi, untuk meninggalkan dunia fana ini.


‘Mio, aku mencintaimu. Sekarang, besok dan selamanya. Ku harap kamu menemukan cinta sejatimu’ Rin membatin dengan membayangkan wajah kekasihnya itu.



“Terima kasih, semua. Aku mulai mengantuk, Selamat tinggal” Rin menghembuskan nafas untuk yang terakhir kalinya. Senyum manisnya masih terukir di wajah pucatnya. Ibunya histeris, mengguncang bahu putrinya lalu jatuh pingsan. Ayahnya pun menangis, mendekap istrinya dan membawanya keluar. Reo tak kalah histeris, ia memeluk tubuh kaku adiknya. Menyalurkan kehangatan yang ia miliki. Kardiograf telah menunjukkan garis lurus, tanpa ada tanda Rin akan bangun kembali. Mika sendiri tertunduk dalam, menangis dalam diam melihat sahabat nya telah pergi untuk selamanya.




Mereka telah kehilangan sosok mentari yang senantiasa menghangatkan hati mereka. Tak akan ada lagi Rin yang biasa bersorak heboh, atau Rin yang usil nan jahil pada Reo kakaknya. Rin telah pergi, jauh ke dunia yang pasti lebih baik dari dunia ini. Tuhan telah memanggilnya lebih dulu, mungkin karena Tuhan sudah tidak tahan melihat mahluk ciptaan nya sengsara hanya karena seorang lelaki brengsek seperti Mio. Biarlah Mio menangis, menyesal bahkan meraung histeris karena Rin tidak akan pernah kembali, untuk selamanya.







Mio kembali ke Jepang, hatinya benar-benar risau bahkan dirinya tak bisa tidur nyenyak. Semalam ia bermimpi jika Rin akan pergi, entah kemana. ’Dimana, dia?’ batinnya gelisah, tak kunjung mendapati sosok gadis bersurai pale blonde mencolok itu. Tidak disangka, Mika muncul tepat didepannya.Namun ada yang aneh, tidak ada Rin disampingnya, dan Mika terlihat pucat.


“Mika, dimana Rin? Kau melihatnya? Dia masih dirumah sakit?” tanya Mio bertubi-tubi. Masih diam, Mika menundukkan kepalanya dalam, matanya menyorot sedih. Mika mendongak, menatap intens langsung ke manik obsidian Mio.


“Kamu sudah terlalu terlambat…” lirihnya berlalu pergi. Mengernyit heran, tak mau menyerah begitu saja kembali Mio mencekal kuat pergelangan tangan Mika.


Menghembuskan nafas perlahan,”Apa maksudmu ? Dimana dia sekarang?” tanya Mio mencoba tenang. Emosi nya sedang labil, bisa gawat jika ia meledak begitu saja.


“Rin..sudah pergi..jauh sekali..dan kau tak akan bisa menemukan nya” sahut Mika mengulas senyum pedih. Bulir air mata mengalir pelan membasahi kedua belah pipinya. Bahunya bergetar kecil, menepis cekalan Mio dan pergi.


Tak kehilangan akal, Mio memutuskan untuk mencari keberadaan sang kakak yang biasanya tahu segala hal. Bukan, Virgo bukan intel atau mata-mata. Hanya saja sifat ingin tahu dan absolut nya cukup menguntungkan disaat genting seperti sekarang. Sungguh, jika kakaknya muncul didepannya maka Mio berjanji akan bersikap manis 1 minggu. Tuhan tak menghendaki itu sayangnya, bahkan saaat Mio naik turun tangga mencari keseluruh kelas tapi sosok Virgo tak kunjung nampak.


KRINGGGG!

KRINGGGG!!


“Halo?”


“Mio? Kamu ingin bertemu Rin, bukan?” Mio mengernyit penuh keheranan. Pasalnya suara kakaknya jauh dari kata baik-baik saja. Terdengar lirih, dan parau.


“Hn, iya. Kau tahu dimana dia?”


“Datanglah ke pemakaman umum blok 2, aku menunggumu”


TUUUTTTT..TUTTTTT…


Sambungan telepon terputus satu pihak. Mio hampir melemparkan cacian tapi memilih tutup mulut dan mengikuti arahan kakaknya.’Ada apa sebenarnya? Semoga tak terjadi hal buruk’ Mio berdoa dalam hati, berharap dewi Fortune dalam mood baik dan mau menaungi nya.


Sampai dipemakaman, Mio mengedarkan pandangannya, mencoba menemukan Virgo yang entah diposisi mana. Ah, Virgo berdiri didepan makam seseorang, tampaknya masih baru mengingat banyak tumpukkan bunga dimakam tersebut. Tergesa-gesa, Mio makin mempercepat langkah kakinya menghampiri sang kakak. Deru nafasnya tak teratur, menepuk bahu Virgo yang masih enggan bergerak.


“Dimana dia, kak?” hanya kesunyian yang menyelimuti. Mio mengguncang pelan bahu Virgo, mungkin kakaknya sedang melamun.


Virgo berbalik, memandang penuh kesedihan dan menunjuk ke arah batu nisan. Mio mengikuti petunjuk sang kakak dan seketika membelalak kaget. Disana, tertulis dengan apik nama lengkap dari kekasih nya, Rin. Lidahnya kelu, kakinya melemas juga jantungnya yang berpompa makin cepat. Berkali-kali menyalahkan matanya yang masih setia memandang nisan Rin.


“Kau bohong kak…ini tidak lucu sama sekali..! Hentikan..!” seru Mio menarik kerah kemeja Virgo, mendesis lirih tak memungkiri hatinya sangat sakit kali ini. Virgo menggeleng lemah, air mata nya mengering di area mata, helaan nafas panjang mengantarkan kepergian Virgo dan Mio masih disana, merenungi semua kejadian yang terasa sangat cepat.


“Kamu bodoh, dik. Sangat bodoh karena menyia-nyiakan gadis berhati malaikat seperti Rin” gumam Virgo sebelum benar-benar pergi. Dapat ia dengar raungan putus asa juga pilu dari sana. Matanya terpejam kuat, lagi-lagi gejolak kesedihan menghampiri dirinya. Alasan mengapa Virgo begitu mengasihi Rin tak lain karena Virgo mencintai gadis itu. Tapi demi adiknya, ia merelakan cinta nya, merelakan separuh jiwanya untuk dipermainkan dan disakiti oleh adiknya sendiri dan di depan matanya. Sungguh tragis memang, menangis darah pun tak akan mengembalikan Rin ke dunia ini, sudah sangat terlambat untuk menyesal


“Rin! Kenapa kau meninggalkan ku?! Hei, gadis bodoh bangunlah! Hiks..disana pasti gelap, bukan?! Kau benci kegelapan, aku tahu itu! Jadi kumohon…kembalilah..”


 Mio menangis, menangisi takdir yang begitu kejam padanya. Dirinya memang bodoh, tak salah kakaknya menyebutnya begitu. Puluhan nilai 100 atau score sempurna tak akan bisa menandingi itu semua. Mio bodoh, dan baru menyadari kesalahan nya saat semua sudah terlambat. It was too late, Mio and you can’t do anything. Semua telah berakhir, Tuhan pasti menghukumnya.


“Aku mencintaimu Rin, dan aku memang bodoh, tolol karena baru menyadarinya kini maafkan aku, Rin”  lirih nya mengusap lembut nisan Rin, menatapnya penuh kasih. Air mata mengalir perlahan, menyalurkan kesedihan juga kepedihan dihati Mio. Semoga saja Rin mendengar pengakuan nya tadi.

         “Aku juga mencintaimu, berbahagialah tanpa ku

                  


                   THE END......



Note : Untuk pembaca yang bingung mau mengimajinasikan sosok Rin or Mio dicerpen ini ada beberapa karakter dari Anime yang ku comot buat contoh nya. Source by Google :3 tenang aja ntar ku cantumin deskripsi nya ini juga cuman buat penggambaran bukan jiplak kok :3


Rin


Dari Vocaloid, nama karakter nya Kagamine Rin :3 waduh samaan neh ya~ ini aku ambil versi rambut panjang karena Kagamine Rin aslinya rambut sebahu doang ^^

Mio 

Dari Anime Earl and Fairy nama karakter nya Raven, si Mio persis sama cowok ini cuman kulitnya lebih putih dan rambutnya lebih panjang 2 cm *bow*

Reo

 Iya namanya Kurama dari anime Yu Yu Hakusho :3 sifatnya juga ku buat sama, diem-diem tapi protektif *flashback deh*

Virgo 

 Kakak cakep yang merupakan kakak nya Rin Okumura. Namanya Yukio Okumura dari anime Ao no Exorcist, jadi Virgo memang sama persis sama Yukio bedanya mungkin sifat nya Virgo yang rada labil emosinya.

Mika 

 Ini Fanart aku nyari di google dengan keyword Black Hair Girl nemu nya ini. Fisik nya emang mirip sama Mika kok :3

Kamis, 21 Januari 2016

Forget me,Okay?



FORGET ME,OKAY?

by : Amanda Lactis
 
Sepasang kekasih nampak berjalan bersama,dengan tangan yang saling bertautan.Sang gadis memalingkan wajahnya,malu.Sedangkan pria yang berjalan disampingnya tersenyum penuh kasih.Nama mereka adalah Seo dan Nero.Pasangan abadi yang telah merajut kasih selama 2 tahun sejak mereka kelas 3 SMP.Diketahui juga mereka adalah musuh bebuyutan awalnya,namun itu berubah saat Nero dengan lantang menyatakan perasaan nya pada gadis pujaan hatinya sekaligus musuh bebuyutan nya,Seo.Tentu saja hal ini ditanggapi candaan oleh Seo yang berpikir jika Nero ingin mempermainkan nya seperti yang pemuda itu lakukan sebelumnya.Tapi Nero serius,ia rela mengikuti kemana pun Seo pergi,bahkan menguntit kerumahnya yang dihadiahi bejolan dikepalanya karena pukulan maha dasyat sang Karateka.

Sampai akhirnya Seo menyerah,dirinya sudah tidak tahan dengan tingkah konyol pemuda tampan bersurai green turquiose itu.Dengan hati tak pasti,Seo menerima Nero yang disambut pelukan erat dari Nero.Dan sejak itulah,mereka dinobatkan sebagai pasangan kekasih paling fenomenal sampai saat ini.Bahkan ada junior mereka yang rela masuk ke SMA yang sama agar bisa melihat interaksi pasangan itu.Seo sempat uring-uringan karena itu.Nero tersenyum pasrah saat tubuhnya menjadi sandbag mendadak dan menjadi sasaran amukan Karateka cantik yaitu,Seo.

“Ah,aku harus pergi.Masuklah ke kelas,aku akan menjemputmu nanti” Nero mengusap rambut Seo dan mengecup keningnya,lembut.Seo memerah malu,ia mendorong punggung Nero dan memilih masuk ke kelasnya,2-1.Murid-murid yang berlalu lalang bersiul panjang sesekali tertawa geli.Sudah 2 tahun berpacaran Seo masih belum membiasakan diri dengan kejutan yang sering diberikan untuknya.

‘Dasar mesum!’ Seo membatin dan mendudukkan dirinya dibangku pojok dekat jendela,tempat favorite nya dihari Senin.Sahabatnya,Chiru tertawa kecil dan menghampiri nya.

“Kali ini apa? Kecupan dikeningmu?” Tebaknya tepat sasaran.Seo menekuk wajahnya,menelungkupkan wajahnya yang kini dipenuhi rona merah.Chiru tergelak,merasa terhibur dengan tingkah laku sang sahabat.Sejurus kemudian Chiru memasang raut serius.

“Kamu sudah meminum obatmu?” tanya nya pelan,menepuk bahu kanan Seo.Anggukan singkat pertanda bahwa Seo sudah meminum obatnya.Chiru tersenyum,penuh simpatik.



“Dokter bilang umurku hanya mencapai 18 tahun,bukankah itu lucu?” Seo tertawa pahit,kenyataan sedih yang harus diterima oleh gadis remaja seperti dirinya.
Kanker darah putih,atau Leukimia telah menggerogoti tubuh mungil Seo.Sudah lama gadis itu menyembunyikan fakta itu,kecuali keluarga dan Chiru sahabat terdekatnya.Bahkan kekasihnya sendiri Nero tak tahu menahu masalah itu.Seo sengaja bungkam,ia hanya ingin menghabiskan sisa waktunya bersama orang yang dicintainya meski Seo benci mengatakan nya.

Biarlah Tuhan yang menentukan takdirku nantinya’  Seo membatin pasrah.

“Seo..jangan menyerah..kamu kuat” Ujar Chiru menyemangati disambut senyum lemah oleh Seo.Sudah tidak terhitung berapa kali ucapan itu terdengar ditelinga nya.Dirinya sudah terlalu lelah,dirinya malas memikirkan fakta jika hidupnya tak lama lagi.Seo memutuskan menjadi gadis ceria,tak ingin meninggalkan penyesalan dihatinya nanti.

“Aku tahu,terima kasih!” sahut Seo.

Chiru memeluk sahabatnya erat,air mata tak terbendung dan mengalir deras.”Kuatkan dirimu,Seo.Ku yakin kamu bisa sembuh” bisiknya lirih.Seo mengangguk,balas memeluk Chiru tidak kalah erat.

“Well,operasi selanjutnya kuharap bisa berhasil sempurna!” tawa terdengar,mereka tidak ingin terlihat murung.Itu bisa membuat Nero makin curiga nantinya.

SEPULANG SEKOLAH

Nero berdiri dengan bersandar dipintu gerbang depan,kedua tangan dimasukkan kedalam saku celana.Manik obsidian nya memandang murid-murid yang berlalu lalang,mencari sosok kekasihnya yang tak kunjung keluar.

Dimana dia.?’ Batin Nero heran.

“Nero sayang~ sedang apa disana?” datang seorang gadis centil,dengan wajah dibuat-buat.Nero muntah dalam hati,namun tetap stay cool takut imagenya bisa hancur.

“Enyah dari sini,Rika.Aku tak mau Seo melihatmu” Nero mendesis tajam,gadis yang dipanggil Rika hanya tersenyum tak terlihat takut.Dengan berani diusapnya pipi putih Nero penuh kasih.

“Kamu menolakku? Memangnya apa yang istimewa dari gadis itu? Bukankah dia sering menolak ajakan kencanmu? Denganku saja lah~” bisik Rika sensual.Nero terpekur,hatinya membenarkan apabila Seo sering menolak ajakan kencan nya dengan alasan sibuk atau apa lah itu.

“Itu karena dia sibuk! Sekarang minggir!”elak Nero menampik tangan Rika,mendeathglare nya.Rika masih memasang senyum penuh makna nya.

“Benarkah? Lalu,siapa pemuda yang kulihat bersamanya kemarin? Mereka bergandengan tangan loh~” ucap Rika memanas-manasi,seringai kemenangan terpasang dikala Nero terbungkam sekarang.

“Jangan bohong,Seo tidak mungkin selingkuh dariku” Nero menggelengkan kepalanya,menyingkirkan pikiran negative yang mampir dikepalanya.Rika mengendikkan bahu,meraih Handphone nya dan menunjukkan potret gadis yang amat dicintai Nero tengah bergandengan tangan bersama pemuda yang terlihat lebih tua darinya bersurai scarlet.Suaranya tercekat,Nero terpaku pada tempatnya.Rika merangkul lengan kanan nya,melirik sosok Seo yang berjalan menghampiri Nero.

“Dah sayang~” Rika mengecup pipi Nero,Seo melotot emosi.Chiru disampingnya memandang Rika penuh benci.

“Nero! Kamu sudah lama menunggu?!” Seo melambaikan tangan didepan wajah Nero,namun Nero masih diam.Wajahnya tanpa emosi,tatapan matanya kosong hampa layaknya ikan mati. Seo memandang Nero khawatir,ditepuknya bahu kekasihnya.

PLAK!

“Mulai sekarang,jauhi aku.Aku tidak ingin bertemu dengan mu dulu” Nero berkata dengan nada yang sangat dingin,ia menatap Seo menusuk begitu juga dengan Chiru.Dan ia berlalu begitu saja,namun masih sempat mengucapkan sepatah kalimat yang membuat Seo membelalak shock.

“Tak kusangka,saat menolak ajakan kencanku kau malah berkencan dengan pemuda bersurai scarlet di Taman Bermain” sinisnya,mencemooh.

Seo merasakan hatinya terluka,air mata menetes perlahan dari manik azure nya.Chiru mengusap surai scarlet Seo yang sama persis dengan pemuda yang sempat dikira berkencan dengan nya.




“Itu kakak ku,Chiru.Aku bahkan belum menjelaskan apapun padanya” Seo berjalan mendahului Chiru,namun isak tangis masih terdengar.Chiru menggigit bibir bawahnya,tidak rela melihat keadaan sang sahabat.

KEDIAMAN SEO

“Seo sayang,besok tidak usah sekolah ya? Kamu harus operasi” ibu Seo berujar lembut,tenang sembari mengusap surai scarlet turunan sang suami.Seo mengangguk singkat,wajahnya tenggelam dalam tumpukan bantal nan empuk.Ibu Seo tersenyum maklum.

“Ada masalah disekolah,sayang?” tanya ibu Seo halus.Seo mendongakkan kepalanya,manik azurenya bertatapan dengan manik saphire sang ibu tercinta.

“Dia membenciku,bu.Aku bahkan belum menjelaskan apa-apa,dia mengira kakak adalah selingkuhanku” Seo terisak kencang,hancur sudah benteng yang sedari tadi dibangunnya.Ibu Seo paham betul maksud putri kesayangannya,tanpa diberitahu pun dirinya sudah bisa membayangkan apa yang terjadi.Tidak salah jika Ibu Seo menyandang gelar Magister S2 di jurusan Psikologi.

Hembusan nafas kecil terlontar dari bibir ibu Seo,”Sudah sudah,kamu istirahat saja ya? Jangan lupa besok kamu harus menjalani operasi,sayang”.

Seo kembali menenggelamkan wajahnya pada bantal,mencoba tertidur dan lari dari kenangan sedih yang baru saja terjadi.Bukan usaha yang mudah saat ia harus bersikap kuat didepan semua orang,menyahuti berbagai macam ucapan turut bersedih akan kenyataan yang harus ia terima di usia nya yang ke 10 tahun.Seo yang malang,Seo yang ceria terkubur dalam penyakit mematikan entah sampai kapan.

‘Tuhan,aku tak meminta banyak.Saat aku pergi,ku titipkan mereka padamu’ doanya dalam hati,memungkiri sebulir liquid hangat mengalir dari sudut matanya,merefleksikan kepedihan yang selalu ia tutup-tutupi tanpa bisa ia ungkapkan sembarangan.Anggaplah ia artis,pemeran utama yang siap memerankan semua karakter.

KEESOKAN HARINYA

“Kamu sudah siap,sayang?” Seo mengangguk antusias.Kakaknya,Ruma mengacak rambut Seo gemas.

“Kita berangkat!”

Sepanjang perjalanan Seo merasakan jantungnya berdegup kencang,perasaan senang membuncah dari dalam hatinya.Akhirnya ia bisa sembuh nantinya,dengan begitu dirinya bisa bebas dan menghabiskan waktu bersama orang yang disayangi nya.Ingat dengan Nero dan kejadian kemarin Seo jadi kembali sedih.Untung saja hari ini sudah ijin tidak masuk,dengan sahabatnya Chiru.Sebenarnya Chiru juga ingin ikut ke Rumah Sakit,menemani Seo sekalian menyemangati nya nanti.Seo menentang keras,ia tak ingin hanya karena dirinya sahabat kesayangan nya ketinggalan pelajaran.

Sesampainya mereka didepan pintu operasi,Seo merasakan remasan lembut pada bahunya.Kedua orang tuanya tersenyum menyemangati,kakaknya meninju lengan nya pelan.Pakaian Seo telah berganti,menjadi serba hijau dengan surainya tertutupi sebuah penutup rambut berwarna hijau toska.Dirinya sangat siap apabila nyawanya tak tertolong nantinya.Tubuhnya terbaring pada ranjang dingin,anastesi mulai menghilangkan kesadaran nya.Seo menyunggingkan senyum kecil,tak lupa mengucapkan salam perpisahan untuk kedua orang tuanya,kakaknya dan Chiru sahabatnya.

“For all this time,thank you so much! I love u guys,so much~” batin Seo sebelum hilang kesadaran sepenuhnya.

Diruang tunggu,kedua orang tua Seo tak berhenti memanjatkan doa untuk putri mereka.Ruma sang kakak berjalan mondar mandir sesekali melirik pintu ruang operasi.Mereka harap cemas,mendoakan penuh kesembuhan anggota keluarga mereka.Seo tengah berjuang melawan penyakitnya,ia sudah berjuang selama bertahun-tahun dan sekarang tiba saatnya untuk Seo sembuh dari penyakit mematikan yang sudah menggerogoti tubuhnya.

TAP!

TAP!

“Hah…hah…bagaimana Seo?” Nero datang dengan nafas tersengal-sengal,peluh membasahi kening nya.Ruma mengernyit heran,setahu nya Seo tidak pernah menceritakan perihal lelaki padanya.

“Siapa kamu?” tanya Ruma,heran.Nero mengatur nafasnya,memandang letih ke arah Ruma.

“Aku pacarnya,namaku Nero.Aku dapat kabar jika Seo masuk Rumah Sakit” tutur Nero mendapat tatapan shock dari Ruma.Masih dengan shock,Ruma memandang Nero dari ujung kaki sampai ke ujung rambut,intens.

Ruma berujar dalam hati,’Selera adikku memang bagus’ setengah memuji adiknya.

Berdehem kecil,”Dia masih dioperasi” jelasnya.Sontak itu kembali membuat Nero terpukul,kakinya melemas dan tubuhnya merosot.Ternyata benar kata Chiru,kekasihnya Seo tengah dioperasi dan berjuang melawan penyakitnya.Bohong jika ia tidak merasa bersalah,justru hatinya makin tidak tenang.

“Maaf tapi anda..ada hubungan apa dengan Seo…?” tanya Nero menatap Ruma sedikit ragu-ragu.

Ruma mengernyit heran,”Aku kakaknya….” Nero makin merasakan hatinya gelisah.Pemuda yang diceritakan Rika tak lain adalah kakak kandung dari Seo.Bodoh nya ia mempercayai perkataan tak masuk akal gadis itu,ia sudah menyakiti hati gadis yang ia cintai.

Karena jam sudah menunjukkan pukul 10 malam,keluarga Seo menyuruh Nero untuk segera pulang.Dengan berat hati,Nero mengiyakan dengan berjanji akan menjenguk Seo esoknya.Ruma tidak keberatan,justru senang ada pemuda baik hati yang mau menjenguk adik kesayangan nya.

'Semoga mereka terus bersama' batin Ruma.Operasi berjalan lancar,dokter memperkirakan kemungkinan untuk sembuh 75% dan ditanggapi puji syukur ibu Seo.Mereka berdoa yang terbaik untuk putri mereka,gadis cantik yang mengulas senyum manis nya bahkan saat dirinya menderita.

 Pukul 11 siang,Nero datang lengkap dengan dandanan casual nya.“Permisi,aku datang membawa buah-buahan” Ia mebungkuk hormat,menyerahkan keranjang berisi buah-buahan yang diterima sukacita oleh Ruma.Sayangnya,saat ia hendak memasuki ruangan tempat Seo dirawat,Ruma menghalangi nya.Ia memberi secarik kertas untuk Nero.

“Seo ingin menyampaikan sesuatu untukmu” paham maksud kakak Seo,Nero segera membuka isi surat yang diberikan untuknya.Tertulis dengan rapi bait-bait kata yang ditulis seorang Seo.

To         : Nero my Boyfriend

From    : Seo

Maafkan aku sebelumnya.Tapi aku ingin mengadakan sebuah game untukmu.Peraturan nya,tidak ada komunikasi diantara kita selama seharian siapa yang melanggar ia yang kalah.Tolong kabulkan keinginan ku,sejak dulu aku ingin melakukan nya

Ruma menghela nafas penjang,melihat reaksi Nero yang nampak enggan membuatnya ingin menjelaskan dengan detail.

“Adikku baik-baik saja,hilangkan prasangka buruk dari pikiranmu.Sekarang pulanglah dan datang besok lusa…” mengangguk pasrah,Nero memaksakan kakinya melangkah pergi menjauhi ruangan Seo,memaksa pun percuma.

Dalam diam Ruma melihat punggung Nero yang makin menjauh,dan hilang saat berbelok.Sejujurnya ia tak tega mengatakan hal ini,tapi operasi yang Seo jalani tak semulus kelihatan nya.Virus nya bermutasi dengan cepat,memakan sel-sel otak Seo hingga ia harus menjalani kemoterapi untuk yang kesekian kalinya.Untuk itu Seo meminta pertolongan kakaknya,apabila ia tak terselamatkan berikan surat itu pada Nero.

‘Kamu jahat,Seo.Apa kamu tidak kasihan melihat Nero yang benar-benar merindukan mu?’ batin Ruma.Ia mendesah lesu menyeret kakinya sejenak beristirahat mengingat sejak tadi ia panik bukan kepalang saat mendengar kabar adiknya kembali memasuki ruangan ICU.



Nero gelisah,berjalan tak menentu melirik jam digital yang masih menunjukkan pukul 9 malam,hatinya berteriak untuk pergi dari sana dan menjenguk Seo.Tapi ia sudah berjanji,ia sudah mengatakan untuk mengabulkan keinginan Seo,sekali saja ia biarkan gadis-nya egois.

“Ayolah ada apa ini? Kamu serius memainkan permainan ini,Seo.Ponsel mu bahkan tidak aktif!” serunya frustasi.Seo ibarat candu baginya,tak bertemu maka penderitaan yang datang menghampirinya.Ia sungguh merindukan sosok gadis bersurai scarlet itu,dengan tawa dan senyum khas diwajahnya,ia sangat merindukan semua itu.

Nero mencoba tenang,menghirup oksigen sebanyak mungkin sekadar menjernihkan pikiran nya yang dipenuhi konklusi tak masuk akal yang seenaknya ia buat.Bukan waktunya untuk berpikiran negative,mungkin saja Seo memang iseng mengerjainya.

“Seo! Ku mohon! Biarkan Nero ke sini! Dia berhak tahu kondisimu!” Ruma menangkupkan kedua tangannya,nyaris saja ia menangis.Seo menggelengkan kepala bertahta surai scarlet indahnya,belum saat nya.Masih ada 3 jam lagi untuk menyelesaikan permainan ini,dan waktunya tak sebanyak itu.
  


“Kak..sekali ini saja,turuti keinginan ku.Keinginan terakhirku.” Pinta Seo,sebulir air mata turun dengan bebas.Ia tak sekuat itu.Hatinya pun meracau,ingin mengabari kekasihnya,orang yang ia cintai tulus dari lubuk hatinya.Sayangnya,Seo tak ingin melihat Nero bersedih,ia ingin pemuda itu tersenyum seperti saat mereka bersama.Seo mengantuk,kelopak matanya nyaris saja tertutup.

“Seo! Hei bodoh jangan tertidur sesukamu! Gadis jelek bangunlah!” Chiru tak peduli sikapnya dinilai berlebihan saat mengguncang tubuh ringkih Seo,ia menangis kencang tanpa ada yang mengintrupsi.Ruma pergi satu menit yang lalu,tidak sampai hati melihat sosok adik perempuan nya menghembuskan nafas untuk yang terakhir kalinya,padahal mereka sudah optimis untuk hasil yang terbaik.Tuhan berkehendak lain ternyata.

“Sahabatku yang manis,Chiru.Berikan surat ini pada Nero,sampaikan salam ku padanya” Seo mengulas senyum damai,bebannya terangkat sudah tak perlu merasakan pedihnya kehidupan ini.Ibu nya ambruk dalam pelukan suaminya,ia tak bisa menyaksikan semua ini.Demi Tuhan putrinya baru berusia 16 tahun! Ia tak meminta banyak pada Tuhan,ia hanya ingin gadis itu tersenyum dalam waktu yang lebih lama,berbahagia dengan cintanya.

“Bodoh…kamu memang bodoh…Seo…”

Nafasnya semakin lirih,kardiograf telah menunjukkan garis lurus,denyut nadinya terhenti.Seo meninggalkan dunia dengan senyum paling indah menghiasi wajahnya.Chiru mengepalkan tangannya kuat-kuat,tak terhitung air mata yang mengalir kini.Hatinya pias.Sahabatnya,telah tertidur dengan tenang tanpa perlu memikirkan hari esok.Tertidur dalam waktu yang sangat lama.Kelopak mata nya tak akan pernah terbuka lagi.

Nero masih dalam perjalanan,tak dipedulikan makian pengemudi lain saat dirinya melaju kencang melewati lampu merah,yang ada dipikiran nya saat ini adalah mengunjungi kekasihnya.Sejak semalam pikirannya kalut,perasaan nya resah tak menentu.Ia takut kehilangan Seo,hanya itu.

“Ayolah Seo,permainan hampir selesai dan kamu tak kunjung membalas pesanku! Jangan membuatku khawatir!” racau nya sepanjang perjalanan.Nero melirik gelisah ponselnya yang tidak menunjukkan tanda-tanda adanya balasan pesan dari Seo.

“Hei apa masalahmu,hah?! Kau nyaris menabrakku!”

“Persetan! Menyingkir dari sana!” Nero kalap.Emosinya mengambil alih kewarasannya.

Sesampainya di Rumah Sakit,ia berjalan secepat mungkin.Mengabaikan fakta jika jam besuk akan dibuka 1 jam lagi,tapi ia sudah tak peduli fokusnya hanya satu untuk saat ini,keadaan Seo.Pintu menjeblak dengan suara nyaring,Chiru tersentak mendapati sosok Nero datang dengan nafas terengah-engah,peluh membasahi keningnya.Melihat wajah Chiru yang tampak sendu,membuat pikirannya dipenuhi konklusi negative.Kekasihnya berbaring disana,masih dengan rupa yang sama.Senyum damai yang indah,menghibur hatinya.

Namun Seo tak membuka matanya.Alat bantu pernafasan sudah dilepas.Bibirnya pucat tak memungkiri masih menyunggingkan senyum manisnya.Satu hal yang ada dipikiran Nero.Kekasihnya sudah pergi.Untuk selamanya.

”Seo…hei aku datang..bangunlah..” suaranya tercekat dalam tenggorokan.Semua menyingkir,tak lupa Chiru meletakkan secarik surat yang sempat dititipkan padanya.
Nero meraih surat itu,membaca nya dengan teliti.Masih mengingat jelas tulisan rapi ini.

To          : Nero My BoyFriend

From     : Seo

Kamu berhasil melakukannya.Kamu menang.Jadi,bisakah kamu melakukan itu setiap hari? Aku mencintaimu,jangan bersedih.Teruslah hidup dan aku akan mengawasimu dari atas sini.Maafkan aku sebelumnya.




Nero merasakan dunianya hancur,lebur tak jauh beda dengan kondisi hatinya saat ini.Cintanya telah pergi.Kekasih yang ia sayangi,telah pergi meninggalkan nya dengan dalih permainan keji ini.Mereka sama-sama menderita.Dalam kepedihan yang menyayat hati.

Upacara pemakaman berlangsung khidmat,Nero berdiri dengan tegap lengkap dengan setelan jas hitam tanda berkabung.Namun tak setetes air mata mengalir dari matanya.Entah hatinya sudah terlalu sedih atau dirinya sudah kehabisan stock air mata.Sebuah lubang menganga dalam dasar hatinya,sosok yang biasa mengisi kekalutan nya kini telah berpulang ke jalan Tuhan,sosok yang amat sangat ia cintai.

“Jangan khawatir,aku akan mengunjungi mu se sering mungkin.Karena cintaku ada dalam genggaman mu,Seo” ujarnya membelai nisan sang terkasih.Chiru menundukkan kepalanya,ia tak boleh putus asa sesuai janjinya pada Seo.Terus lah hidup dan raih kebahagiaan mu,lalu biarkan Seo mengacungi kedua jempolnya atas dirinya.Baru kemarin rasanya mereka bertemu dan gadis baik itu sudah dipanggil secepat ini.

‘Seo,cintaku.Jangan salahkan aku jika aku tak akan menikah karena mu’ Batin Nero mengulum senyum setipis benang.Kaki nya melangkah pergi,menengadahkan kepala sembari merasakan belaian angin hangat yang seolah menyampaikan pesan nya untuk Seo.




Sosok transparan berdiri disamping Nero,dengan gaun putih panjang,rambutnya terurai indah.Seo tersenyum menggandeng tangan hangat Nero,mereka bahagia dengan hati sama.Berbeda dunia tak akan menggerus cinta mereka.
  
                                       THE END

Note : *Konklusi : Kesimpulan / Opini