“IT
WAS TOO LATE”
STORY
BY : Amanda Lactis
“Selamat pagi semua!” sapa gadis bersurai pale
blonde sebahu dengan ceria. Penghuni kelas membalas sapaan nya tak kalah
semangat juga tersenyum. Gadis bernama Rin itu mendudukkan dirinya dekat
sahabatnya, Mika.
“Halo, Mika!” sapanya kemudian ditanggapi senyum
tipis dari Mika.
“Hei hei, aku mau ke kelas Mio dulu yah!” Seketika
senyum Mika pudar, tergantikan raut wajah datar seolah tak peduli. Rin tersenyum
maklum mengingat sahabatnya menolak keras hubungan nya dengan kakak kelas yang
terkenal dengan sifat playboy pemain hati para gadis.
‘Sampai kamu bertahan, Rin?’ batin Mika
miris, menyembunyikan sakit hatinya. Dirinya memang menolak dengan keras tentang
hubungan mereka. Dirinya tahu betul kelakuan Mio saat tidak bersama Rin. Lalu
untuk apa lelaki itu meminta Rin menjadi kekasihnya jika ia sendiri
memperlakukan Rin layaknya mainan?.
Rin berjalan sembari memasang senyum
cerianya. Menyapa setiap orang yang ditemuinya. Memang Rin terkenal akan
keramahan dan keceriaan nya. Seluruh penghuni sekolah tahu itu. Gadis mungil itu
ibarat matahari yang bersinar terang, memancarkan sinarnya begitu terang. Senyum
sehangat musim semi dan cengiran lebar yang lucu. Namun siapa sangka ia memiliki
kekasih idola para gadis disekolahnya? Entah ada angin apa lelaki idola itu
menyatakan perasaan nya dan meminta Rin menjadi kekasihnya 3 bulan yang
lalu. Tentu saja Rin menerima nya dengan senang hati yang disambut senyum tipis
dari Mio. Tapi tak ada yang tahu bagaimana Rin bisa bertahan dengan semua
kelakuan Mio saat dibelakangnya.
“Hehe, semoga dia terkejut!”
“Mio~ jangan menggodaku~ bagaimana jika pacarmu
melihat~?” suara seorang gadis memecah konsentrasi Rin. Dilihatnya Mio tengah
menghimpit gadis lain yang diketahui kakak kelasnya juga, sekelas dengan Mio. Rin
tersenyum kaku, enggan beranjak dari persembunyian nya. Masih melihat Mio yang
makin gencar menyentuh tubuh gadis dihimpitannya, sesekali mengecup perpotongan
leher nya.
‘Dan sampai kapan kamu mempertahankan ku, Mio?
Kapan kamu akan memutuskan ku?’ Rin membatin pilu, meremas dadanya. Ingin rasanya
berteriak, mengeluarkan uneg-unegnya jika perlu menampar Mio didepan banyak
orang. Tapi bisa apa dia? Terlalu egois juga cinta pada lelaki brengsek seperti
Mio.
“Hn, Pergilah” Mio menjauhkan tangannya dan gadis
itu pergi dengan kerlingan genit. Rin tersenyum dengan segala kepalsuan
diwajahnya, bersikap seolah ia baik-baik saja dan keluar dari persembunyian nya.
“Hai bagaimana kabarmu?” sapanya riang mendekati
Mio.
Mio meliriknya sekilas,”Hn” balasnya singkat. Rin meringis.
“Hei, mau jalan-jalan? Kebetulan besok hari minggu
kan?” Rin mencoba mencairkan suasana. Mio masih bersikap acuh padanya.
Mio melirik jam tangannya,”Aku sibuk” Rin
tersenyum menahan gejolak emosi dalam hatinya.
“Baiklah kalau begitu, jaa ne~” Rin melangkahkan kakinya
menjauhi Mio. Dirasakannya pusing yang hebat mendera kepalanya. Sampai akhirnya
ia pingsan, sebelum kehilangan kesadarannya tubuhnya terasa ringan sepertinya
ada yang menggendongnya.
-UKS-
Rin membuka matanya pelan, dirasakan kepalanya
berdenyut pelan. Disamping ranjang UKS tersedia segelas air putih dan obat sakit
kepala. Disingkapnya selimut yang menutupi sebagian tubuhnya, menenggak habis air
putih tanpa ada niat meminum obat yang sudah disediakan entah siapa. Dapat ia
mendengar suara samar dari percakapan 2 orang.
“Sampai
kapan kamu akan memperlakukan nya begini?!”
“Hn, salahnya
sendiri bertahan”
“Apa
maksudmu?! Dia mencintaimu dengan tulus! Tersenyum palsu menutupi sakit
hatinya!”
“Aku
tidak pernah memaksanya untuk bertahan, dia gadis bodoh”
“Kau…….!!”
BUGH!
Rin tertunduk,kembali ia tersenyum seraya mengusap
pelan air mata yang menetes dari mata nya. Hatinya seolah ditikam pisau. Dirinya
tahu bahkan sangat hafal suara siapa itu. Mio dan Virgo. Kekasihnya dan kakak
kekasihnya. Rin tahu siapa yang mereka maksud.
“Aku memang egois, ya..sepertinya..aku harus
merelakannya..hiks..sakit..sakit…”Ia terisak pelan.
Rambut indahnya terjuntai menutupi sebagian wajahnya. Tangannya bergetar memegangi gelas bening berisi air putih yang tadi ia minum. Dengan langkah tertatih-tatih Rin mencoba untuk berjalan meski sulit. Kepalanya sakit sekali, seolah dihantam benda keras. Cairan kental merah meluncur deras dari kedua lubang hidungnya, ia mimisan.
Rambut indahnya terjuntai menutupi sebagian wajahnya. Tangannya bergetar memegangi gelas bening berisi air putih yang tadi ia minum. Dengan langkah tertatih-tatih Rin mencoba untuk berjalan meski sulit. Kepalanya sakit sekali, seolah dihantam benda keras. Cairan kental merah meluncur deras dari kedua lubang hidungnya, ia mimisan.
“Kenapa..kambuh disaat seperti ini...hah…Mika..aku..membutuhkanmu..” Diraihnya ponsel miliknya dikantung
seragamnya dengan susah payah. Menghubungi sahabatnya yang setiap saat berada
disisinya. Bibir Rin terkatup rapat, membentuk segaris tipis. Peluh mengalir deras
dari wajahnya, keringat dingin membasahi tubuhnya.
SRAKKKKK!
“Rin! Ya Tuhan, Rin! Bertahanlah!” Mika datang
dengan obat ditangannya segera meminumkannya pada Rin. Barulah Rin mulai
tenang, nafasnya mulai teratur. Pandangannya sayu, terlihat menyedihkan. Mika
mendeka p sahabatnya erat, menangis lirih akan ketidakmampuannya menjaga Rin.
“Ku mohon…sudahi saja ini semua..Rin..ku mohon..” lirihnya. Rin
mengusap surai hitam Mika. Menenangkan nya dengan usapan lembut.
“Akan ku sudahi..aku selesai sampai
disini, Mika. Dan sampai itu tiba, biarkan aku tidur” Mika makin mengeratkan
pelukannya. Penyakit yang diderita Rin bukan sembarang pusing yang akan hilang
saat kau menelan tablet obat biasa. Tumor Otak, penyakit ganas yang kini
menggerogoti tubuh mungil Rin. Membuatnya harus rutin check up 1 bulan
sekali. Tak ayal itu malah membuat Rin termotivasi untuk bertahan sampai saat
ini.
“Dia akan menyesal, Rin. Menyesal dan akhirnya akan
menangis karena sudah terlambat. Saat itulah aku akan tertawa kencang
didepannya!” desis Mika penuh kebencian. Ia memapah Rin untuk dipulangkan tak
lupa meminta ijin dari guru yang tengah mengajar.
RUMAH SAKIT MIYAMA
“Hah, sudah kubilang untuk berhenti sekolah kamu
ini keras kepala sekali!” omel kakak Rin meletakkan buah-buahan disamping
ranjang Rin yang disambut kekehan kecil dari Rin. Ibunya tersenyum
pahit, meratapi nasib putri satu-satunya harus berjuang hidup melawan penyakit
ganas ditubuhnya. Rin tersenyum melihat sosok ibunya kian kurus dari waktu ke
waktu. Ayahnya pun terlihat seperti robot yang menjadi workhaholic.
“Ayolah kak~ aku hanya ingin menikmati masa SMA!”
sahutnya tertawa kencang. Kakaknya mengacak rambut Rin gemas. Semua tertawa
melihatnya, tak terkecuali Mika yang melihat nya dari luar ruangan.
Beberapa hari sejak insiden pingsannya
Rin, akhirnya keluarganya memutuskan untuk merawat intensif Rin di Rumah
Sakit. Sekaligus untuk menjauhkan adiknya yang manis dari lelaki brengsek, itu
lah pendapat Reo kakak Rin yang menganggap Mika sebagai mata-matanya. Mika
selalu melaporkan setiap kejadian yang dilalui Rin, apapun itu. Untung saja
kemarin Virgo dengan baik hati mau membopong Rin ke UKS. Bahkan kekasihnya saja
acuh padanya. Ingatkan Mika saat kemarin Reo hampir mendatangi Mio bahkan
mengancam ingin menghajarnya jika saja tak ingat dengan kondisi sang adik.
KEESOKAN HARINYA DISEKOLAH
Mika berjalan tanpa sosok Rin
disampingnya. Kesepian memang. Tapi kesehatan Rin lebih penting. Bahkan tadi Reo
mengabarkan Rin hampir kabur ingin kesekolah jika tidak kepergok oleh suster
yang lewat. Mika tersenyum tipis melihat aksi konyol sahabat nya itu. Sungguh Mio
akan menerima balasan dari semua perbuatan nya. Baru saja memikirkan lelaki
brengsek itu kini sosok Mio berjalan bersama gadis lain. Bergandengan tangan
dengan mesra,seolah mereka pasangan bahagia. Mika menahan emosinya, mengepalkan
tangannya kuat.
“Hoo~ inikah kekasih yang baik? Bagus sekali, Tuan. Kekasihmu
masuk Rumah Sakit dan kau SELINGKUH dibelakangnya” cibir Mika menekankan kata
Selingkuh hingga didengar banyak orang. Mio melayangkan deathglare andalan nya
yang hanya ditanggapi seringaian sinis dari Mika.
“Enyah dari hadapanku, Rudolph” ujar Mio datar
namun berkesan berbahaya. Mika tak menghiraukan itu dan memilih mengendikkan
bahu acuh lalu melenggang pergi begitu saja. Diam-diam Mio sendiri merasa ada
yang aneh dihatinya, biasanya sosok Rin akan datang menyapanya dengan senyum
hangat miliknya. Tapi sekarang seakan ada yang mengganjal dihati lelaki itu.
‘Ck, apa yang kupikirkan? Gadis bodoh itu memang
pantas masuk rumah sakit’ pikirnya kejam masih menganggap Rin hanya sakit
karena kelelahan dan opname. Rupanya hanya Mika lah yang tahu apa sebenarnya
penyakit yang diderita Rin.
1 minggu berlalu, Mio habiskan sendiri tanpa sosok
kekasihnya, Rin. Ini semakin aneh mengingat Virgo sudah tidak mendatanginya lalu
menceramahinya tentang menjadi kekasih yang baik, juga Mika yang acuh akan
dirinya. Tak ada yang menyadari ini, saat ditanya pun teman Rin akan menjawab
jika Rin masih opname. Mungkin kunci satu-satunya adalah menanyakan ini langsung
pada keluarga Rin atau pada Mika.
“Ck, dimana gadis bodoh itu?!” serunya mengacak
rambutnya frustasi. Kebiasaan nya mendapat sapaan hangat dari Rin dan sosok Rin
menghilang membuatnya gelisah. Virgo datang ke kelas Mio dan mendapati adiknya
tampak frustasi, tersenyum sinis Virgo menyerahkan tiket pesawat pada Mio.
“Untuk apa ini?”
“Ibu ingin kamu mengunjungi Karin di London, ku
dengar ia akan menikah”
“Kapan?”
“Besok”
“Hn”
Mio melirik tiket pasawat digenggaman nya, sebersit
perasaan aneh masuk ke hatinya. Seolah hatinya tidak menghendaki nya
pergi. Seolah ada yang menahan nya untuk tetap tinggal. Tapi ditepisnya perasaan
nya itu, dengan cepat tak mempedulikan rapat OSIS yang harus ia hadiri Mio pergi
begitu saja.
Disisi lain keadaan Rin semakin memburuk, rambutnya
kian menipis juga kulitnya memucat. Segala pengobatan sudah dijalani, bahkan
operasi. Kemoterapi pun tak banyak membantu mematikan sel-sel tumor yang sudah
menggerogoti otaknya. Orang tuanya dengan sabar dan tabah mengunjungi Rin tiap
hari, menyemangati gadis itu agar terus berjuang untuk hidup. Reo tak berhenti
berkesperimen untuk membuat obat penyembuh tumor otak adiknya, dan Mika hanya
bisa memandang dari jauh sosok sahabat nya yang terbaring lemah diranjang Rumah
Sakit dengan selang infus yang menancap dalam di pergelangan tangannya, juga
alat-alat Rumah Sakit yang ia tidak tahu namanya.
Di London yang Mio lakukan hanyalah bersenang-senang
bersama wanita jalang di diskotik. Virgo sengaja menjauhkan adiknya dari Rin
dengan kedok mengunjungi Karin. Virgo sendiri sudah lama menyelidiki Rin dan
menerima kenyataan mengenaskan yang ternyata gadis ceria itu mengidap tumor
otak stadium akhir membuatnya harus tinggal lebih lama di Rumah Sakit. Biarlah
Mio bersenang-senang toh setelah ini ia akan menyesal nantinya telah
menyia-nyiakan gadis sebaik
Rin.
Tapi siapa sangka Mio cukup peka untuk mencium ada
yang tidak beres selepas seminggu ia di London?. Tak ada kabar sedikitpun dari
kekasihnya, seolah hilang ditelan bumi. Tak ada lagi sms dari kekasihnya, bahkan
kontak nya pun hilang dengan misterius. Aneh, memang. Tapi Mio tak mau ambil
pusing karena sebentar lagi ia akan kembali setelah pernikahan kakak sepupunya
nanti. Kembali perasaan gelisah juga cemas merayap masuk ke hatinya.
‘Apa yang sudah terjadi padamu, Rin?’ Mio
membatin. Untuk pertama kalinya ia mengkhawatirkan Rin. Entahlah, mungkin ia ingin
memulai lembaran baru. Ya, dirinya menyesal. Kini Mio sadar betapa pentingnya
sosok Rin untuk dirinya. Tapi maaf Mio, kau sudah terlambat. Benar-benar
terlambat.
Rin masih dengan senyum mataharinya, masih dengan ucapan penuh semangatnya. Namun keadaan nya tak juga membaik.
“Ibu terima kasih sudah mau merawatku. Mau membesarkan
anak bandel sepertiku yah~” Rin menggenggam kedua tangan ibunya dan tersenyum
tulus. Ibunya menahan isak tangis juga bahunya tampak bergetar.
“Ayah, jangan lupa makan yang teratur. Jaga ibu ya?
Jangan sampai ibu menangis” Rin tersenyum pada ayahnya yang kini mengusap surai
pale blondenya lembut.
“Tentu saja, sayang. Ayah akan menjaga ibumu”
sahutnya.
“Kakak ku sayang, jangan pernah menyerah ya? Kamu
akan menjadi profesor yang hebat. Teruslah maju” Reo menggigit bibir bawahnya
menahan tangis, matanya terpejam kuat merasakan usapan lembut pada telapak
tangannya.
“Dan untuk Mika, terima kasih sudah mau menjadi
sahabatku. Terima kasih, kamu yang terbaik” Mika menganggukkan kepalanya
pelan, menatap Rin miris dan menggenggam tangan dingin Rin.
Rin memejamkan matanya, sebulir air mata mengalir
dari sudut matanya. Bibirnya melengkung ke atas, tersenyum tanpa beban. Seolah
dosanya terhapus selama ia hidup. Kini ia siap untuk pergi, untuk meninggalkan
dunia fana ini.
‘Mio, aku mencintaimu. Sekarang, besok dan selamanya. Ku harap kamu menemukan cinta sejatimu’ Rin membatin dengan membayangkan wajah kekasihnya itu.
“Terima kasih, semua. Aku mulai mengantuk, Selamat
tinggal” Rin menghembuskan nafas untuk yang terakhir kalinya. Senyum manisnya
masih terukir di wajah pucatnya. Ibunya histeris, mengguncang bahu putrinya lalu
jatuh pingsan. Ayahnya pun menangis, mendekap istrinya dan membawanya keluar. Reo
tak kalah histeris, ia memeluk tubuh kaku adiknya. Menyalurkan kehangatan yang ia
miliki. Kardiograf telah menunjukkan garis lurus, tanpa ada tanda Rin akan bangun
kembali. Mika sendiri tertunduk dalam, menangis dalam diam melihat sahabat nya
telah pergi untuk selamanya.
Mereka telah kehilangan sosok mentari yang
senantiasa menghangatkan hati mereka. Tak akan ada lagi Rin yang biasa bersorak
heboh, atau Rin yang usil nan jahil pada Reo kakaknya. Rin telah pergi, jauh ke
dunia yang pasti lebih baik dari dunia ini. Tuhan telah memanggilnya lebih
dulu, mungkin karena Tuhan sudah tidak tahan melihat mahluk ciptaan nya sengsara
hanya karena seorang lelaki brengsek seperti Mio. Biarlah Mio menangis, menyesal
bahkan meraung histeris karena Rin tidak akan pernah kembali, untuk selamanya.
Mio kembali ke Jepang, hatinya benar-benar risau
bahkan dirinya tak bisa tidur nyenyak. Semalam ia bermimpi jika Rin akan
pergi, entah kemana. ’Dimana, dia?’ batinnya gelisah, tak kunjung mendapati sosok
gadis bersurai pale blonde mencolok itu. Tidak disangka, Mika muncul tepat
didepannya.Namun ada yang aneh, tidak ada Rin disampingnya, dan Mika terlihat
pucat.
“Mika, dimana Rin? Kau melihatnya? Dia masih
dirumah sakit?” tanya Mio bertubi-tubi. Masih diam, Mika menundukkan kepalanya
dalam, matanya menyorot sedih. Mika mendongak, menatap intens langsung ke manik
obsidian Mio.
“Kamu sudah terlalu terlambat…” lirihnya berlalu
pergi. Mengernyit heran, tak mau menyerah begitu saja kembali Mio mencekal kuat
pergelangan tangan Mika.
Menghembuskan nafas perlahan,”Apa maksudmu ?
Dimana dia sekarang?” tanya Mio mencoba tenang. Emosi nya sedang labil, bisa
gawat jika ia meledak begitu saja.
“Rin..sudah pergi..jauh sekali..dan kau tak akan
bisa menemukan nya” sahut Mika mengulas senyum pedih. Bulir air mata mengalir
pelan membasahi kedua belah pipinya. Bahunya bergetar kecil, menepis cekalan Mio
dan pergi.
Tak kehilangan akal, Mio memutuskan untuk mencari
keberadaan sang kakak yang biasanya tahu segala hal. Bukan, Virgo bukan intel
atau mata-mata. Hanya saja sifat ingin tahu dan absolut nya cukup menguntungkan
disaat genting seperti sekarang. Sungguh, jika kakaknya muncul didepannya maka
Mio berjanji akan bersikap manis 1 minggu. Tuhan tak menghendaki itu
sayangnya, bahkan saaat Mio naik turun tangga mencari keseluruh kelas tapi sosok
Virgo tak kunjung nampak.
KRINGGGG!
KRINGGGG!!
“Halo?”
“Mio?
Kamu ingin bertemu Rin, bukan?” Mio mengernyit penuh
keheranan. Pasalnya suara kakaknya jauh dari kata baik-baik saja. Terdengar
lirih, dan parau.
“Hn, iya. Kau
tahu dimana dia?”
“Datanglah
ke pemakaman umum blok 2, aku menunggumu”
TUUUTTTT..TUTTTTT…
Sambungan telepon terputus satu pihak. Mio hampir
melemparkan cacian tapi memilih tutup mulut dan mengikuti arahan kakaknya.’Ada
apa sebenarnya? Semoga tak terjadi hal buruk’ Mio berdoa dalam hati, berharap
dewi Fortune dalam mood baik dan mau menaungi nya.
Sampai dipemakaman, Mio mengedarkan
pandangannya, mencoba menemukan Virgo yang entah diposisi mana. Ah, Virgo berdiri
didepan makam seseorang, tampaknya masih baru mengingat banyak tumpukkan bunga
dimakam tersebut. Tergesa-gesa, Mio makin mempercepat langkah kakinya menghampiri
sang kakak. Deru nafasnya tak teratur, menepuk bahu Virgo yang masih enggan bergerak.
“Dimana dia, kak?” hanya kesunyian yang
menyelimuti. Mio mengguncang pelan bahu Virgo, mungkin kakaknya sedang melamun.
Virgo berbalik, memandang penuh kesedihan dan
menunjuk ke arah batu nisan. Mio mengikuti petunjuk sang kakak dan seketika
membelalak kaget. Disana, tertulis dengan apik nama lengkap dari kekasih
nya, Rin. Lidahnya kelu, kakinya melemas juga jantungnya yang berpompa makin
cepat. Berkali-kali menyalahkan matanya yang masih setia memandang nisan Rin.
“Kau bohong kak…ini tidak lucu sama sekali..! Hentikan..!”
seru Mio menarik kerah kemeja Virgo, mendesis lirih tak memungkiri hatinya
sangat sakit kali ini. Virgo menggeleng lemah, air mata nya mengering di area
mata, helaan nafas panjang mengantarkan kepergian Virgo dan Mio masih
disana, merenungi semua kejadian yang terasa sangat cepat.
“Kamu bodoh, dik. Sangat bodoh karena menyia-nyiakan
gadis berhati malaikat seperti Rin” gumam Virgo sebelum benar-benar pergi. Dapat
ia dengar raungan putus asa juga pilu dari sana. Matanya terpejam kuat, lagi-lagi
gejolak kesedihan menghampiri dirinya. Alasan mengapa Virgo begitu mengasihi Rin
tak lain karena Virgo mencintai gadis itu. Tapi demi adiknya, ia merelakan cinta
nya, merelakan separuh jiwanya untuk dipermainkan dan disakiti oleh adiknya
sendiri dan di depan matanya. Sungguh tragis memang, menangis darah pun tak akan
mengembalikan Rin ke dunia ini, sudah sangat terlambat untuk menyesal
“Rin! Kenapa kau meninggalkan ku?! Hei, gadis bodoh
bangunlah! Hiks..disana pasti gelap, bukan?! Kau benci kegelapan, aku tahu itu!
Jadi kumohon…kembalilah..”
Mio
menangis, menangisi takdir yang begitu kejam padanya. Dirinya memang bodoh, tak
salah kakaknya menyebutnya begitu. Puluhan nilai 100 atau score sempurna tak
akan bisa menandingi itu semua. Mio bodoh, dan baru menyadari kesalahan nya saat
semua sudah terlambat. It was too late, Mio and you can’t do anything. Semua telah
berakhir, Tuhan pasti menghukumnya.
“Aku mencintaimu Rin, dan aku memang bodoh, tolol
karena baru menyadarinya kini maafkan aku, Rin”
lirih nya mengusap lembut nisan Rin, menatapnya penuh kasih. Air mata
mengalir perlahan, menyalurkan kesedihan juga kepedihan dihati Mio. Semoga saja
Rin mendengar pengakuan nya tadi.
“Aku juga mencintaimu, berbahagialah tanpa ku”
THE END......
Note : Untuk pembaca yang bingung mau mengimajinasikan sosok Rin or Mio dicerpen ini ada beberapa karakter dari Anime yang ku comot buat contoh nya. Source by Google :3 tenang aja ntar ku cantumin deskripsi nya ini juga cuman buat penggambaran bukan jiplak kok :3
Rin
Dari Vocaloid, nama karakter nya Kagamine Rin :3 waduh samaan neh ya~ ini aku ambil versi rambut panjang karena Kagamine Rin aslinya rambut sebahu doang ^^
Mio
Dari Anime Earl and Fairy nama karakter nya Raven, si Mio persis sama cowok ini cuman kulitnya lebih putih dan rambutnya lebih panjang 2 cm *bow*
Reo
Iya namanya Kurama dari anime Yu Yu Hakusho :3 sifatnya juga ku buat sama, diem-diem tapi protektif *flashback deh*
Virgo
Kakak cakep yang merupakan kakak nya Rin Okumura. Namanya Yukio Okumura dari anime Ao no Exorcist, jadi Virgo memang sama persis sama Yukio bedanya mungkin sifat nya Virgo yang rada labil emosinya.
Mika